Kamis, 28 Februari 2008

Kemiskinan Harus Dihentikan …

Masalah kemiskinan bukan hanya menjadi tugas dan tanggungjawab orang-perorangan melainkan juga merupakan tanggungjawab kita semua. Oleh sebab itu, jika ada kritik mengenai masalah kemiskinan, janganlah ada yang merasa kebakaran jenggot, karena kritik yang sama juga ditujukan bagi kita semua. Melalui kritik, kita diingatkan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan sekaligus meningkatkan hal-hal yang dirasakan sudah baik.

Seperti dipublikasikan media, tokoh nasional Wiranto yang juga mantan Menhankam/Pangab RI dalam berbagai kesempatan menyatakan bahwa semua orang harus memiliki komitmen untuk mengentaskan kemiskinan rakyat. Bukan dalam statemen saja, namun pesan seperti ini dipublikasikan juga dalam bentuk iklan dengan tema sosialisasi “Kemiskinan Harus Dihentikan”. Tentu saja, Wiranto tidak asal ngomong, sejumlah data dari lembaga resmi yang kredibel pun dicantumkan.

Sayangnya, pasca sosialisasi itu bukannya perdebatan sehat mengenai bagaimana mencari solusi untuk mengentaskan kemiskinan yang diperoleh, namun malah kontroversi pro dan kontra seputar statistik dan angka-angka jumlah orang miskin. Tentu saja, diskursus statistik seperti itu sama sekali tidak produktif untuk langkah konkrit mengatasi kemiskinan. Padahal akan lebih baik kita duduk bersama dan mencari solusi untuk menghentikan kemiskinan yang diakui atau tidak oleh kita, tetapi sangat dirasakan oleh rakyat banyak.

Ke depan, sebaiknya pemerintah – yang memiliki porsi tugas lebih besar untuk mengentaskan kemiskinan ini, mampu menjawab kritikan-kritikan dengan kerja nyata yang hasilnya juga nyata. Menanggapi kritikan dengan kritikan, sama saja dengan debat kusir yang -- selain membuang tenaga dan waktu – juga menjadi kontra produktif bagi upaya menghentikan kemiskinan itu sendiri. (Wira Bratasena, Koordinator KERAK (Kelompok Rakyat Anti Kemiskinan)

Selasa, 22 Januari 2008

Kemiskinan Indonesia di Mata Wiranto-Akbar

[Kompas] - Mantan Panglima TNI Jenderal purn Wiranto dan mantan Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung duduk bersama, berdialog tentang kondisi kemiskinan Indonesia yang diklaim pemerintah menunjukkan angka perbaikan.

Bersama Bambang Widianto (Bappenas), Saiful Bahari (Partai Perserikatan Rakyat) dan Angelina Sondakh (Partai Demokrat), serta Gerakan Antipemiskinan Rakyat Indonesia mengukur sejauh mana keberhasilan SBY-JK menanggulangi kemiskinan.

Diskusi bertema Kaum Miskin Indonesia Menggugat dimoderatori pengamat politik Sukardi Rinakit. Bertempat di gedung Perpustakaan Nasional RI, Jakarta, Selasa (22/1), acara pun berlangsung dengan nuansa uneg-uneg kepada SBY-JK.

"Pemerintah SBY-JK masih cenderung mengabaikan suara kaum miskin dalam penentuan kebijakan penanggulangan kemiskinan. Kaum miskin tidak dilibatkan dalam proses kebijakan dan pengangguran," ujar Sekjen GAPRI Darmawan Triwibowo.

Pemerintah SBY-JK, menurut Darmawan terus menerus mengklaim program dan anggaran penanggulangan kemiskinan terus naik. Dari tahun 2005 yang hanya sekitar Rp 40,6 triliun, dan kini pada 2008 menjadi Rp 99,1 triliun. "Semua itu tidak tercermin dalam pencapaian target-target pengurangan kemiskinan," katanya.

Angelina Sondakh Diteriaki Huuu........

[Kompas] - Aktris cantik yang juga politisi Partai Demokrat, mendapatkan reaksi tidak menyenangkan saat menjadi pembicara yang membela kubu pemerintahan SBY--JK. Sesekali ia diteriaki huu..... saat memberikan argumentasi soal kemiskinan dalam acara bertajuk Dialog Nasional 3 tahun Rencana Pembangunan Jangka Menengah "Kaum Miskin Menggugat" yang diselenggarakan oleh Gerakan Antipemiskinan Rakyat Indonesia (GAPRI) dan Oxfam, di Perpustakaan Nasional, Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat (22/1) kemarin.

Angelina yang datang mengenakan gaun warna biru, rupanya sudah mengantisipasi segala kemungkinan. "Saya ke sini sudah menyiapkan rompi anti peluru, karena dalam diskusi ini mengangkat tema yang mempermasalahkan kegagalan SBY-JK. Dan posisi saya adalah sebagai partai yang mendukung SBY-JK hingga akhir kekuasaan," kata Angelina sebelum memulai pembicaraan.

Para pembicara lain yang hadir, Ketua Umum Hanura, Wiranto, mantan Ketua DPR Akbar Tanjung dan pengamat politik Sukardi Rinakit hanya terlihat mesem-mesem. Ketiganya, hampir semua berbicara 'miring' tentang pemerintahan SBY--JK dalam masalah kemiskinan sekarang ini.

Senin, 24 Desember 2007

Wiranto Tak Mau Dipertentangkan dengan SBY

[Suara Karya] -Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Wiranto mengatakan tidak mau dipertentangkan dengan Presiden Susilo bambang Yudhoyono menyangkut perdebatan soal jumlah angka kemiskinan di Tanah Air.

"Saya tidak akan melayani perdebatan itu, karena angka itu keluar dari lembaga resmi, Bank Dunia, bukan mengarang sendiri," kata Wiranto di Jakarta, Sabtu.

Menurut Wiranto, apa yang disampaikannya dalam beberapa media massa merupakan data dari Bank Dunia sehingga dirinya tidak mau memperdebatkan masalah itu. Wiranto juga menjelaskan bahwa Bank Dunia setiap tahun selalu mengeluarkan laporan soal data kemiskinan tersebut.


Sementara, menurut Wiranto, iklan layanan masyarakat yang dilakukannya tidak pernah menyangkutpautkan masalah politik ataupun menjelek-jelekan pemerintah tapi hanya mengungkapkan data Bank Dunia secara apa adanya.


"Yang terpenting adalah bagaimana (pemerintah) melakukan aksi nyata untuk mengentaskan kemiskinan tersebut," kata Wiranto.


Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan tingkat kemiskinan pada tahun 2007 telah mencapai 16,5 persen, turun drastis dibanding awal tahun 1998 ketika terjadi krisis ekonomi, dengan tingkat kemiskinan mencapai 24,2 persen.

Siapa yang Berani Menaikan Garis Kemiskinan?

Iklan kemiskinan yang dilansir kubu Wiranto mulanya tak mengundang cukup perhatian. Dalam pengamatan berpolitik, hanya ada komentar-komentar sepintas yang dikumandangkan segelintir pihak. Namun, berhari-hari setelah pertama kali diluncurkan, iklan itu menjadi polemik.

Yang menjadi pemicunya tak lain adalah komentar SBY. Menurut Doktor lulusan IPB Bogor ini, angka kemiskinan yang dilansir Wiranto tak sesuai. Pasalnya, Indonesia, kata SBY, selalu menggunakan data yang dikeluarkan BPS. Sebaliknya, Wiranto mengutip angka kemiskinan yang dilansir Bank Dunia.

Dari sisi pengemasan pesan, angka kemiskinan versi Bank Dunia memang tak menguntungkan SBY. Bagaimana tidak, menurut Bank Dunia, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 49,5% dari jumlah penduduk atau setara dengan 108,7 juta jiwa. Bandingkan dengan versi BPS yang hanya 16,58% per Maret 2007 atau setara dengan 37,17 juta jiwa.

Menurut Wiranto, ia menggunakan data bank dunia karena pembangunan nasional dibantu negara lain. Karena itu, tatkala berhadapan dengan mereka, yang harus disodorkan adalah data yang bersifat internasional. "Apa negeri asing percaya kepada data kita?" tanyannya sebagaimana dikutip Kompas (24/12). Tapi banyak yang percaya, Wiranto atau tim politiknya lebih sreg menggunakan data Bank Dunia karena "lebih bunyi" untuk menggambarkan kegagalan pemerintah yang kini berkuasa memenuhi janjinya mengurangi jumlah penduduk miskin.

Jikalau kini terjadi perdebatan soal akurasi perhitungan Bank Dunia, tidaklah mengejutkan. Pada tahun 2000, ketika data kemiskinan dengan perhitungan baru diluncurkan, sudah banyak keberatan yang mengemuka. Jika diringkas, kritik diarahkan pada parameter yang digunakan. Menurut mereka yang berkeberatan,
penggunaan parameter berupa daya beli minimal USD 2 dolar dianggap tak sensitif terhadap perbedaan tingkat ekonomi (negara maju dengan negara berkembang), nilai tukar antar negara maupun kultur.

Sebaliknya, data keluaran BPS juga tak sepi dari kritik para pengamat. Mereka terutama meragukan validitasnya lantaran ditengarai ada intervensi politik. Pada saat kenaikan BBM tahun 2005, umpamanya, BPS ditengarai mengutak-atik garis kemiskinan sehingga lonjakan jumlah orang miskinnya tidak terlalu dashyat meski ada kenaikan BBM hingga 120%.

Sabtu, 22 Desember 2007

Wiranto: Saya Tak Mengarang

[Jawa Pos] - Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Wiranto menolak berpolemik dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono soal data kemiskinan dalam iklan layanan masyarakatnya. Wiranto menegaskan, iklan itu tidak berpretensi untuk black campaign atas kinerja pemerintah.

"Saya dapatkan angka itu dari lembaga resmi internasional, bukan mengarang sendiri. Kita tidak usah perdebatkan angka kemiskinan versi BPS dan Bank Dunia. Faktanya, apakah benar sudah tidak ada rakyat yang miskin?" ujar mantan panglima TNI itu dalam bakti sosial memperingati ulang tahun pertama Hanura di Pasar Kebon Pala, Kampung Melayu, Jakarta Timur, kemarin (21/12).

Bersama ratusan tokoh DPP Hanura, Wiranto menyapu halaman Pasar Kebon Pala. Wiranto juga meninjau pengobatan masal yang dilakukan kader DPD Hanura DKI Jakarta di kawasan Matraman, Jakarta Timur.

Wiranto membantah data kemiskinan dalam iklan layanan masyarakat yang ditayangkan sejumlah media elektronik itu dilakukan untuk mendiskreditkan SBY. Dia menggunakan data versi Bank Dunia sebagai pembanding data angka kemiskinan dari Badan Pusat Statistik yang digunakan pemerintah.

"Kemiskinan itu kan bukan hanya kinerja SBY, tapi kinerja akumulatif pemerintahan-pemerintahan sejak republik ini berdiri. Data lembaga internasional dipakai karena kita masih butuh bantuan lembaga internasional," terangnya.

Jumat, 21 Desember 2007

Wiranto Nilai Pemerintah Belum Entaskan Kemiskinan

[Tempo Interaktif] - Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat Wiranto menilai pemerintah masih belum mengentaskan kemiskinan. Buktinya, angka kemiskinan tak berkurang signifikan dari tahun ke tahun.

"Grafik angka kemiskinan masih datar," katanya dalam peringatan hari ulang tahun pertama Hanura di Kantor Dewan Pengurus Pusat Hanura, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (21/12) malam.

Menurut Wiranto, data apapun yang digunakan tetap menunjukkan angka kemiskinan belum berkurang. Ia lebih memilih menggunkan data Bank Dunia ketimbang data Badan Pusat Statistik. Alasannya, pengurangan subsidi Bahan Bakar Minyak dan subsidi lainnya tetap meningkatkan
kemiskinan.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjawab iklan kemiskinan yang dikeluarkan oleh Wiranto. Menurut Yudhoyono, keadaan Indonesia sekarang jauh lebih baik dari saat krisis terjadi pada 1998.

"Bukan angka kemiskinan yang kita baca di iklan-iklan itu, yang jumlahnya 49 persen. Karena yang kita gunakan data BPS, angka kemiskinan besarnya 16,5 persen," kata Yudhoyono dalam sambutannya pada puncak Hari Ibu di Taman Mini Indonesia Indah, Selasa (18/12).